Wednesday, 24 February 2010

indonesia dan salah satu bagian hidupnya

semalam kuliah saya membahas mengenai teori normatif dalam komunikasi massa. sebelum tulisan ini berlanjut ke hal yang terlalu sok teori-tis, ada baik saya jelaskan dulu arti teori normatif sendiri. dalam bahasa saya sendiri, teori normatif adalah teori yang mengungkapkan bagaimana seharusnya media bekerja. dalam sejarahnya, teori normatif muncul setelah teori-teori yang ada sebelumnya. sedikit cerita saja biar lebih jelas. awal mulanya adalah teori authoritarian di mana media benar-benar dikontrol oleh penguasa. kemudian muncullah paham libertarian yang memberikan media kebebasan sepenuhnya tanpa adanya hukum ataupun aturan yang mengikatnya. paham ini lambat laun menjadi libertarian radikal di mana kebebasan yang sedemikian rupa benar-benar tak terkontrol lagi sehingga muncul kelompok-kelompok yang menghendaki adanya suatu instansi swasta atau pemerintah yang dapat memberikan batasan-batasan. akhirnya semua itu mengacu pada media social responsibility yang intinya adalah bebas dan bertanggung jawab. jadi media bebas mencari atau pun menyampaikan berita asal media mampu mempertanggungjawabkannya.

cerita yang membosankan di atas membawa saya untuk berpikir, sebenarnya bagaimana jurnalisme saat ini, terutama di indonesia. media yang bebas dan bertanggung jawab memanglah suatu gambaran yang ideal dan paham itu pula yang diterapkan dalam pers di indonesia. namun apakah teori itu sesuai dengan penerapannya? kenyataannya tidak. bila di amerika, pers baru sadar untuk menerapkan teori tersebut setelah mengalami euforia kebebasan pada abad 20. sedangkan pers indonesia baru dihadiahi kebebasan pada era presiden abdurrahman sahid maka sekarang ini indonesia masih dalam masa euforia. dibanding 'media yang bebas dan bertanggung jawab', pers indonesia malah dapat dibilang sangat bebas. komisi independen yang dibentuk untuk mengawasi media malah tak berkutik saat melihat berbagai kode etik pers dilanggar.

siapa yang punya uang, ialah yang berbicara. generasi muda pun mengalami kesulitan dalam mencapai jurnalisme yang ideal. dilemanya adalah menjajakan berita demi uang atau menjunjung idealisme tinggi sambil mengurangi porsi makan sehari-hari?

No comments:

Post a Comment